Monthly Archives: September, 2022

MENJADI PENYEMBUH YANG TERLUKA

Renungan Katolik, Jumad, 30 September 2022

Ayub 38:1.12-21; 39:36-38

Mazmur 139:1-3.7-10.13-14ab

Injil Lukas 10:13-16.

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Jumat 30 September 2022, pekan biasa XXVI, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus. “Pada masa pencobaan dan genting, Roh Kudus biasanya menggunakan orang-orang kecil di dalam Gereja, orang-orang yang tidak mempunyai kuasa” (Santo Hironimus). Mari kita simak keyakinan ini: “Anggapan yang mengatakan kita harus sempurna baru bisa menolong orang lain tidak benar. Ini bukan hanya berlaku dalam kehidupan saja, tapi juga dalam kehidupan rohani. Pelayanan tak mengalir dari kekuatan, tapi juga dari kelemahan.”

“Anggapan yang mengatakan bahwa kita hanya bisa membantu orang lain sejauh kita  sendiri telah ditolong juga tidak benar. Dan anggapan yang mengatakan bahwa kita tak bisa ‘menumbuhkan orang lain melampaui kita juga tidak benar.”

Demikianlah, setidaknya, yang direnungkan oleh Charles Ringma. Saat ia menyimak apa artinya menjadi penyembuh yang terluka. Kita bisa menjadi sadar dan kuat dalam hidup saat kita belajar dari sisi ketidakunggulan dan serba kekurangan yang membias dari dalam diri sesama.

Kita belajar untuk tidak menderu-deru demi kelimpahan harta, saat kita menatap dengan serius akan begitu banyak orang yang hanya berharap pada belaskasihan ‘langit dan bumi’. Kita belajar untuk tidak bertahan terus dalam zona nyaman, saat kita memandang serba kegalauan dan ketakmenentuan nasib sesama-sesama kita.

Tuhan menggunakan orang-orang kecil dan sederhana untuk menahan derasnya laju ambisi kita untuk selalu merasa diri dan demi diri sendiri yang berkuasa, yang berpengaruh, dan yang berkelimpahan.

Keyakinan St Hironimus tampak ‘sederhana namun mendalam’. Dalam situasi darurat dan genting, Kuasa Allah dan karunia RohNya hadir dalam kekecilan, kesederhanaan, serta ketidakhebatan orang-orang biasa.

Segenap kaum tidak ternama, kaum pinggiran, kaum tidak berkuasa serta apa adanya,  orang-orang di garis serba kekurangan dan kelemahan, sanggup mengingatkan kita di jalan hidup penuh suram ini.

Kecil, sederhana, apa adanya, biasa-biasa, tak diperhitungkan di mata dunia, ternyata memiliki kekuatan yang dahsyat. Demi menjadikan dunia dipenuhi dengan Kasih, Kebenaran dan Sukacita.

Allah, Bapa pelindung dan kekuatanku yang mahadasyat. Pagi ini aku bersyukur atas segala anugerah kehidupan yang boleh aku terima hari ini. Walau aku ini terlalu hina di hadapanMu, tetapi Engkau mencintaiku dengan kasih yang berlimpah. Aku memohon rahmat, yang sungguh aku butuhkan dalam melaksanakan semua aktivitasku hari ini. Hanya Engkau andalanku. Tanpa Engkau ya Tuhan, aku hanyalah debu tanah, yang tak berarti apa-apa di hadapanMu

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan pada pesta Santo Hironimus.

Tuhan memberkati..

“SESUNGGUHNYA ENGKAU AKAN MELIHAT LANGIT TERBUKA….”

Renungan Katolik, Kamis, 29 September 2022

Pesta Para Malaekat Agung: St Mikhael, St Rafael, St Gabriel

Daniel 7:9-10.13-14

atau

Wahyu 12:7-12a

Mazmur 138:1-2a.2bc-3.4-5

Injil Yohanes 1:47-51

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Kamis 29 September 2022, pada pekan biasa XXVI, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

“Sesungguhnya engkau akan melihat langit terbuka….” (Yoh 1:51). Perjalanan kita akan mengarah ke hidup baru. Hidup baru yang akan datang. Yang dijanjikan Tuhan sendiri dalam keabadian. Sebab, kita memang tidak ‘terus berada di sini dan menjadi milik bumi’.

“Akan melihat langit terbuka,” bagi Natanael, adalah harapan untuk hidup yang akan datang. Kata-kata Yesus itu membesarkan hati, menjadi satu kepastian arah ziarah selanjutnya.

“Langit terbuka” adalah panggilan kepada sukacita sempurna. Semua yang telah dan kini dialami sungguh akan berakhir, ia tidak berkesudahan dengan kehampaan dan kesia-siaan.

Sebagaimana Tuhan mengisyaratkan harapan pada Natanael, Tuhan meneguhkan pula hati kita. Sebab itulah, menjalani hidup dengan jiwa besar dan penuh harapan sejatinya menjadi spirit yang tidak boleh pudar.

Bagi kita, “langit tidak selamanya mendung, penuh kabut dan tertutup”. Keyakinan itulah yang mesti tertanam di dalam hati terdalam. Kita mesti melepaskan rangkulan tangan kita pada ‘tiang-tiang hidup penuh kesia-siaan’. Bola mata kita tak boleh dibiarkan redup untuk terus menatapi yang suram. Sebab, sungguh, ‘langit terbuka itu telah menjadi harapan, sukacita dan kekuatan kita’.

Tak selamanya kita ‘di sini’. Itulah kesadaran nurani terdalam dari semua kita. Namun, perjalanan menuju dan sambil menanti “langit terbuka” bukanlah ziarah yang mudah. Kita terlalu rapuh dan lemah untuk menggapainya.

Para malaikat agung tetap meniupkan nafas yang beri semangat.

Penuh harapan dan kekuatan. Saat hidup adalah peperangan, St Mikhael hadir sebagai panglima yang bawa kita pada kemenangan. St Rafael tetap memberi harapan agar ‘mata batin kita’ sanggup melihat kebaikan dan kasih Tuhan. Dan St Gabriel membisikkan kata-kata penuh  kekuatan dan seruan sukacita, saat kita merasa terlalu disumpeki dengan segala suara kata yang menyesakkan dada?

“Langit terbuka” selalu dan tetap menanti kita. Sebab itu, mari kita tetap berziarah penuh harapan. Dan tak pernah boleh membiarkan keputusasaan ini merusakkan segalanya. Tetapi, bukankah “langit terbuka” bisa diterima sebagai “gambaran hati kita sendiri yang sejatinya terbuka pada keindahan dan kebaikan dalam hidup bersama dengan sesama-sesama kita?”

Tuhan, semoga hari ini aku setia melayani kehendakMu, setia menyembah dan menyerahkan diri kepadaMu serta siap sedia untuk diutus ke manapun demi melaksanakan kehendak dan rencanaMu

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan pada pesta Santo Mikhael, St Gabriel dan St Rafael.

Tuhan memberkati.

MELIHATĀ  SESAMA DENGAN HATI YANG TULUS

Renungan Katolik, Rabu, 28 september 2022.

Ayub 9:1-12.14-16

Mazmur 88:10bc-11.12-13.14-15

Injil Lukas 9:57-62

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng.

MELIHAT  SESAMA DENGAN HATI YANG TULUS

Ayub 9:1-12.14-16

Mazmur 88:10bc-11.12-13.14-15

Injil Lukas 9:57-62

Selamat bertemu lagi di hari baru Rabu 28 September 2022, pekan biasa XXVI, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita, Yesus Kristus.

“Dialah yang melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga”(Ayub 9:10). Ada waktunya ketika  Tuhan masuk dalam jalan hidup kita. Sering tak terduga. Timbulkan perasaan penuh tanya. Rasa dan decak kagum pun tidak dapat kita sembunyikan.

Memang ada banyak hal yang tidak dapat kita pahami di jalan hidup ini Saat kita membangun kepastian  hidup, Tuhan bisa datang membongkarnya. Saat kita menyepelekan sesuatu, justru dari situ Tuhan membangun sesuatu yang sungguh luar biasa.

Jalan pikiran Tuhan memang tidak mudah ditebak. Semua tindakan Allah itu mengagumkan. Melampui semua batasan dan patokan semu dan fana. Buatan pikiran dan perasaan hati manusiawi.

Hidup ini adalah kesempatan dan itu terbentang di ziarah panjang yang luas terbuka. Tetapi tetap dihangatkan harapan di dalam Tuhan sendiri. Tidak pernah boleh tergesa untuk pastikan ‘nasib miris diri sendiri atau pun suramnya lika liku jalan hidup orang lain’.

Tidak sebatas hanya memandang sesama dalam nada Kasih, lebih dari itu, dalam keyakinan Santo Thomas Aquino; “Lihatlah sesama dengan hati yang tulus. Berbuatlah sesuatu dan tetaplah punya harapan baginya bahwa pasti akan menjadi apa dia nanti di dalam tangan Tuhan.”

Tuhan pasti melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tak terduga  bagi setiap kita. Karena itu bersyukurlah pada Dia atas segala ‘kejutan ilahi’ yang menyelinap masuk dalam ketakberdayaan insani kita.

Apa dan siapa yang kita tatap dengan sinis dan serba prasangka, Tuhan punya pertimbangan tersendiri yang bakal tak kita pahami seluruhnya. Ketakterdugaan, sejatinya adalah kepastian bagi Tuhan.

Kita menghadapi begitu banyak perkara hidup yang tak dapat kita pahami. Namun, segala yang mustahil itu adalah awal dari semua perbuatan besar yang dilakukan Tuhan. Itulah keyakinan, kepasrahan iman kita dalam Tuhan sendiri.

Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk tetap setia mendengarkan dan melaksanakan SabdaMu. Kuatkanlah aku dalam menghadapi semua bentuk godaan, yang menjerumuskan dan menjauhkan aku dari kuasa kasihMu. Tuhan Yesus, hanya Engkaulah andalanku dan hanya kepadaMu kuserahkan diriku. Tanpa Engkau aku tak dapat berbuat apa-apa

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.

MELAYANI PENUH DENGAN KERENDAHAN HATI

Renungan Katolik, Senin, 26 September 2022

Ayub 1:6-22

Mazmur 17:1.2-3.6-7

Lukas 9:46-50

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Senin 26 September 2022, pekan biasa XXVI, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita, Yesus Kristus.

“…tentang siapa yang terbesar di antara mereka…” (Luk 9:46).

Keributan itu tidak terhindarkan. Ada pertengkaran di antara para murid. Tema yang berujung konflik itu adalah “tentang siapa yang terbesar di antara mereka” (Luk 9:46).

Ini sebenarnya omong soal posisi, kedudukan. Dan tentang ‘siapa yang lebih punya pengaruh di antara mereka’. Ambisi menjadi yang terbesar memang kencang berhembus pada saat itu.

Yesus sepantasnya memberikan arahan yang pasti kepada para muridNya. Tindakan Yesus mengambil seorang anak kecil hendak memberi lampu sein bagi mereka bahwa untuk menjadi yang terbesar dibutuhkan hal pentung ini; ‘ketulusan dan kerendahan hati’. Menerima seorang anak kecil berarti menjadikan ‘anak kecil sebagai spirit, roh, jiwa, semangat dan citra hidup’.

Di dalam hidup bersama di tingkatan apa saja, kita tidak kurang sering mengambil sikap merendah dianggap ‘kalah dan tak berdaya’. Siapa kah yang mau didakwah sebagai pribadi atau kelompok yang ‘kalah dan tidak berdaya?’ Rasanya sulit untuk sampai pada tingkatan kesadaran seperti itu.

Kita sering bertengkar karena kita ‘tidak mau kalah dan tidak mau dikalahkan’. Apalagi jika kita sudah mematokkan diri dan kelompok sendiri sebagai ‘group hebat, terseleksi, pilihan dengan banyak unsur kelebihannya’.

Bagi kita meraih posisi ‘siapa yang terbesar’ adalah perjuangan tanpa henti. Hidup itu memang kompetitif. Penuh persaingan. Kita sering mentakhtakan diri dan kelompok sendiri di atas semua dan itu menjadi cita-cita yang tidak terhindarkan. Orang lain mesti menjadi rendah dan direndahkan. Berjuang dengan segala kecerdikan, kelicikan manuvernya. Sebab itu, “Menjadi yang terbesar atau pemenang” seringkali memakai cara-cara kasar dan licik untuk menekan yang lain, yang dianggap pesaing.

Hidup ini memang sarat dengan perjuangan. Dan kita berjuang menjadi pemenang, tanpa harus merendahkan. Kita memang bertarung untuk jadi yang terbesar. Namun tanpa harus ‘mengempeskan dan membantai pribadi sesama dengan kasar’, tanpa prikemanusiaan.

Pertengkaran untuk menjadi ‘yang terbesar’ memang sering menjadi ajang gontok-gontokan. Keras dan bisa sangat liar. Punya kita harus diproklamasikan sebagai yang terunggul di segala lini. Sementara yang lain mesti diberitakan berwarna gelap dan suram.

Kita sejatinya harus berlaku seperti ‘anak kecil dan sanggup menerima keadaan seorang anak kecil’. Bebas dari pencitraan diri murahan. Luput dari segala ambisi liar, yang dikemas lewat loby-loby ’empuk dan envelope’ yang tidak beraturan.

Kita kembali pada marwah ‘yang terbesar dalam Tuhan’. Dan itu ditemukan dalam sikap melayani penuh dengan kerendahan hati. Dalam pengingkaran diri. Tanpa mengandalkan berbagai atribut kebesaran dan gelar-gelar kehormatan tempelan.

Biarlah semuanya lahir indah dari dalam diri kita apa adanya. Dengan segala kesederhanaan dan kerendahan hati. Biarlah kita berjuang dari ketidakhebatan, dari serba kekurangan, dari keterbatasan, bahkan dari kelemahan diri sendiri. 

Tidak perlu ‘ribut-ribut dan mempertengkarkan yang fana’. Namun lazimnya yang rasa diri hebat dan punya banyak kelebihan begitu gelisah melihat  posisi ‘yang terbesar’ ketimbang ‘orang yang memang tahu diri biasa-biasa dan punya banyak ketidakhebatan dan kekurangan’.

Tuhan, Bapa, yang Mahapengasih dan penyayang. Aku bersyukur kepadaMu di hari baru yang cerah ini, atas perlindunganMu sepanjang malam tadi. Aku sudah memasuki hari baru, hari ini. Buatlah aku mampu menghadapi hari ini dengan sabar, tabah dan rendah hati, supaya aku dapat menjadi berkat bagi sesamaku. Semoga hari ini aku melakukan semua yang dipercayakan padaku, bisa kulakukan dengan fokus, terukur dan sampai tuntas. Tuhan… aku sadar, Engkau memang memanggilku tidak terutama untuk menjadi pribadi sukses, tetapi jadi pribadi yang setia melaksanakan kehendakMu dan hanya mengandalkan kuat kuasaMu atas segala yang kukakukan

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan terurap imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.

BERGANDENGAN TANGAN UNTUK BERBAGI

Renungan Katolik, Minggu, 25 September 2022

Injil Suci menurut Lukas (16:19-31)

“Engkau telah menerima segala yang baik, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.”

Romo Martin Chen, Pr

Direktur Puspas Keuskupan Ruteng

Kisah Lazarus bukanlah cerita masa depan setelah kematian (Luk 16). Ini adalah narasi masa kini tentang hidupku dan duniaku. Dunia yang tak adil: di mana jurang yang kaya dan miskin terbentang lebar. Hidupku yang narsis dan konsumptif: tuli dan buta terhadap jeritan penderitaan yang lain. Maka cerita Lazarus adalah panggilan pertobatanku dan pembaruan dunia. Dunia menjadi lebih indah, bila dibangun jembatan solidaritas. Dunia menjadi bulat bukan karena geografi tapi karena manusiawi, ketika orang-orang mulai bergandengan tangan untuk berbagi.

Selamat berhari Minggu.

Tuhan memberkati.

DALAM YESUS, HIDUP TAK PERNAH MENJADI SIA-SIA

Renungan Katolik, Sabtu, 24 September 2022.

Pengkotbah 11:9 – 12:8

Mazmur 90:3-4.5-6.12-13.14.17

Lukas 9:43b-45

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Sabtu 24 September 2022, pekan biasa XXV, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

“…dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pengkhotbah 11:7). Sama sekali tak berarti bahwa hidup di dunia ini harus diratapi dan disesali. Area dan jalan hidup tiap anak manusia adalah dunia dan segala isinya. Kita adalah manusia yang terciri oleh sisi fisik-ragawi.

Tidak kah kita bersukacita telah diciptakan dan masih menjalani hidup dengan segala yang kita alami? Karena kemanusiaan yang ‘punya rasa’, kita mengalami sukacita. Ada sebuah harapan yang berkobar-kobar, pun semangat hidup yang membara. 

Karena kemanusiaan kita tak luput dari segala rasa miris di hati. Putus asa, kecewa, sedih, sakit hati, amarah, dengki, irihati atau pun cemburu sering menjadi lalu lintas ramai dalam sanubari kita. Kita alami semuanya sebagai manusia fana.

Tetapi, semuanya akan segera berakhir. Jalan kemanusiaan kita di dunia, pada waktunya, pasti terhenti. Apakah yang telah kita timbun selama hidup? Apakah yang telah kita rawati sejadinya? Apakah yang mau kita pertahankan?

Rasanya Pengkotbah menandaskan jalan dan gairah hidup yang wajar dan seruannya padat, “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu sebelum tiba hari-hari yang malang…” (Pkh 12:1). Dunia menghamparkan banyak pilihan dan kesempatan. Siapapun kita, punya ‘kebebasan untuk melintasinya’.

Melakukan yang terbaik dalam dan selama hidup adalah perjuangan kita, yang tiada henti. Agar semuanya tidak menjadi sebuah jalan panjang kesia-siaan. Kita ingin jalan hidup kita itu ‘memiliki arti dan ada apa-apanya’. Tak penting  seberapa besar ‘makna dan gunanya hidup yang kupersembahkan’. Tapi tetaplah ada harapan dan kenyataan untuk sesuatu yang berarti.

Hidup pasti menjadi sia-sia jika ‘salah arah dan sesat orientasi’. Tidak kurang sering itulah yang terjadi karena kelemahan kehendak kita. Kita seringkali menghadapi pilihan-pilihan sulit yang  tidak diimbangi dengan kekuatan dan kualitas diri yang memadai.

Ada begitu banyak sesama kita yang menjadi contoh atau teladan yang luar biasa. Hidup mereka telah berjalan dalam kesetiaan yang penuh  harapan. Sebab, mereka telah belajar dari ujian kehidupan: Seperti apa hidup yang berarti dan seperti apa pula hidup yang penuh dengan kesia-siaan. Kita sekalian masih harus belajar banyak dari orang-orang hebat seperti ini.

Mari kita kembali berjalan bersama Yesus, Tuhan dan Guru kita. Di dalam Dia hidup dimaknai secara baru. Di situlah, arti hidup baru mendapatkan kekuatan dan kualitasnya. Dalam Yesus, hidup tak pernah menjadi sia-sia. Hidup akan tetap menjadi berkat, bagi perkembangan diri sendiri dan bagi kebaikan bersama.

Dalam Tuhan, selalu ada harapan. Sebab,  Tuhan tetap memberikan ‘kesempatan buat kita. Mengumpulkan bekal perjalanan abadi’.

Tuhan Yesus, semoga aku menjadi orang yang sabar dalam berhadapan dengan masalah, kesulitan, tantangan apapun di ziarah hidupku ini. Semoga aku tidak pernah berhenti berharap dalam iman akan dikau. Jadikan aku seorang pribadi berkualitas karena kesabaran dan kesetiaan dalam iman akan Dikau

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan, yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.

MENYANGKAL DIRI, MEMANGGUL SALIBĀ  DAN MENGIKUTI YESUS

Renungan Katolik, Jumad, 23 September 2022

”Pesta St Padre Pio dari Pietrelcina

Pengkotbah 3:1-11

Mazmur 144:1a.2bc.3-4

Injil Lukas 9:18-22

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Jumat 23 September 2022, pekan biasa XXV, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Tetaplah dekat dengan Gereja di setiap saat, karena hanya Gereja yang dapat memberikanmu

kedamaian sejati, sebab hanya dia yang memiliki Yesus, Raja Damai yang sesungguhnya, dalam Sakramen Mahakudus

(St Padre Pio dr Pietrelcina). Di kedalamannya, Gereja  adalah ‘kita yang berada dalam satu iman, harapan dan Kasih.’ Kita semua tertenun dalam kesatuan yang teramat dalam.

Tuhan memanggil dan menyertakan kita semua sebagai umatNya. Kita berziarah dalam penyerahan diri dalam belaskasih dan kemurahanNya. Tangan Tuhan selalu menuntun perjalanan hidup kita.

Gereja adalah kita semua yang diutus. Tuhan memanggil dan mengutus kita semua. Kita dipanggil untuk menjadikan dunia dipenuhi kelimpahan KasihNya. Kita semua, adalah Sakramen Cinta Ilahi. Kita dipanggil untuk menjadi tanda nyata kehadiran Kristus sendiri.

Gereja, persekutuan iman ini, adalah ‘rumah tinggal kita bersama’. Di dalamnya, kita masuk dalam citra pelayanan yang kokoh. Di dalamnya kita belajar untuk saling menerima, satu terhadap yang lain. Di dalam Gereja, dalam diri setiap kita, selalu ada tempat bagi yang yang lain.

Tetapi Gereja juga menjadi tempat, “arena pengampunan dosa”. Kita adalah Gereja yang terluka dan tercemar  sisi ketaksanggupan, kelemahan dan ketidakhebatan kita. Gereja juga memiliki kerapuhan yang harus selalu diperbaharui (ecclesia semper reformanda).

Tuhan mengasihi dan meneguhkan kita dengan rahmatNya yang berlimpah. Tuhan tetap setia mengampuni kita. Sebab itulah, tidak kah setiap kita tetap terpanggil untuk saling memaafkan? Untuk saling ‘memanggil pulang saudari-saudara dan siapapun kembali ke dalam rumah hati kita sendiri?’

Gereja pun adalah kita semua yang tetap hidup dalam kenyataan yang dialami. Kita bukanlah kelompok elitis yang bebas dari tantangan, kesulitan, cobaan dan serba masalah. Kita adalah benih-benih gandum yang bertumbuh bersama semak-semak duri, ataupun aneka jenis ilalang. Jalan, arah, orientasi, spirit hidup kita semua, Gereja, adalah “penyangkalan diri, memanggul salib setiap hari dan mengikuti Yesus.”

Bagaimanapun, dalam diri setiap kita, selalu ada harapan. Tuhan selalu menempatkan kekuatan. Ada spirit, ada kekuatan spesial yang menyanggupkan kita untuk melihat segala yang terjadi dalam penyelenggaraan Tuhan sendiri. “Jika Allah di pihak kita, siapa kah dapat melawan kita?” Dan “Apakah yang dapat memisahkan kita dari Cinta Kristus?” Itulah keyakinan yang diwariskan Rasul Paulus kepada kita.

Gereja dikucilkan? Ia dikritik, selalu diteror? Gereja dicibir tanpa henti? Gereja dikelilingi oleh aneka prasangka dan curiga? Tanda kita tengah menciptakan jarak darinya. Dan dari situ, kita mau melihat lebih jelas seperti apa adanya.

Namun, kita tetap punya kerinduan untuk pulang pada pangkuan Ibunda Gereja. Kita mau pulang pada kebersamaan kita dalam perayaan iman, dalam satu tindakan perutusan dan pemakluman Injil Kerajaan Allah. Di atas semuanya, seturut keyakinan St Padre Pio dari Pietrelcina, Gereja adalah Rumah Tinggal Kita Bersama dalam Kedamaian Sejati.

Dalam Gereja, kita menemukan Kristus, yang adalah Kepala kita semua. Kita semua adalah anggota. Dan dalam Kristus yang adalah Kepala dan Saudara Sulung, kita semua adalah juga saudara-saudari dalam iman.

Tuhan Yesus, aku seringkali melupakan kehadiranMu. Aku sering menolak suaraMu jika tidak sesuai dengan keinginanku. Tuhan, ampunilah dan bimbing aku, supaya aku semakin mengenal Engkau. Tuhan Yesus, Engkau telah menjanjikan kebahagiaan hidup bagiku dan semua saudaraku. Tuntunlah kami semua di lorong kehidupan kami. Ampuni kesalahanku yang membuatku tersesat dan menjauh dari kasih sayangMu yang sungguh agung dan mulia. Berkatilah semua yang kukerjakan hari ini dan semua orang yang dengan caranya membantu aku sepanjang hari ini

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua, yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan pada pesta Santo Padre Pio dr Pietrelcina.

Tuhan memberkati.

BANGUN JEMBATAN BELASKASIH, CINTA DAN PENGHARAPAN YANG TULUS

Renungan Katolik, Kamis, 22 September 2022

Pengkotbah 1:2-11

Mazmur 90:3-4.5-6.12-13.14.17

Injil Lukas 9:7-9

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Kamis 22 September 2022, pekan biasa XXV, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita, Yesus Kristus.

“Ia merasa cemas….” (Lukas 9:7). Cemas lagi menghantui. Lahirlah sebuah perasaan  tidak aman. Merasa ada yang kurang dalam diri. Dan lalu kita bertarung dengan cara apapun hanya mau membunuh kecemasan itu.

Tidak kurang sering kita menjadi cemas bukan saja karena apa yang telah kita raih dan punyai. Namun juga karena bagaimana kita tetap menjaga dan terus memilikinya. Di situ, dunia sekitar dilihat bagai musuh, yang selalu siap merebutnya.

Tanyakanlah pada diri sendiri: Apa yang masih kurang dalam hidup ini? Apa yang masih terasa kosong? Apa yang harus dikejar lagi? Kita jadinya cemas karena segala impian dan imajinasi yang tidak akan tiba pada kenyataan. Namun, kita rela menjadikannya peluru kecemasan kita.

Sebab itu, kita sejatinya belajar untuk berani mengatakan pada diri sendiri: ‘Semuanya cukuplah untuk jalan hidupku. Rahmat Tuhan sudah cukup untukku’. Di situlah, kita mulai belajar untuk temukan jalan kebebasan untuk diri sendiri sebagai anak Allah yang dikasihi.

Dikatakan, agar tidak cemas, maka kita tak perlu memberatkan diri sendiri dengan beban cemburu dan irihati yang tidak beraturan. Ketika sesama ada rezeki, rejeki sesama itu adalah hasil kerja keras dan usahanya. Mengapa kita terlalu cemas dan kuatir ketika sesama memperoleh rezeki dan lalu saat itu kita merasa rendah diri? Pikiran dan perasaan itu yang memenjarakan hidup kita, itu artinya; kita berpikir orang lainlah yang menjadi nahkoda hidup kita.

Bersyukurlah selalu!!! Sebab Tuhan sungguh mengasihi kita dengan caraNya yang amat luar biasa. Yang tidak dapat kita bayangkan. Seperti itulah yang Tuhan perlihatkan pula kepada sesama-sesama kita.

Saat Tuhan sungguh menjadi jaminan hidup kita, maka apakah yang mesti dicemaskan? Jalan hidup kita dalam Tuhan itu selalu pasti. Tinggal bagaimana kita menyusuri semuanya dalam nada-nada iman, harapan dan Kasih.

Ada hal lain yang mesti kita renungkan. Tentang beban kecemasan kita. Soal reputasi, nama besar, pencitraan, soal kita belum juga diangkat menjadi lebih dari posisi sekarang, serta ‘mabuk untuk diakui, dipuji-puji selangit’.

Dengan cara halus atau pun kasar, kita bisa ‘membabat orang lain’ demi diri sendiri, demi ‘kemenangan kita di banyak lini’. “Yohanes telah kupenggal kepalanya, siapakah gerangan orang ini….?” (Lukas 9:9).

Renungkan saja satu hal sederhana: ‘Berapa orang yang telah terpenggal kepalanya hanya karena ambisi kita, pencitraan kita, demi nama kita, selera kita, bahkan demi glorifikasi kesalehan kita sendiri, yang kita yakini:  tidak sama dengan semua orang lain’?

Sebab itu, biarlah kita bertarung dalam doa dan dalam harapan yang benar! Tidak saja untuk kebaikan kita sendiri. Tetapi juga untuk kebaikan orang lain. Demi keindahan hidup yang sejatinya sesama alami pula.

Yang terbaik untuk kita kiranya, janganlah menjangkau sesama dengan cemas yang berbuntut pada: irihati, rasa tak enak di hati, muncul kesombongan baru, merendahkan orang lain, menghina orang lain, mengatai orang lain dengan kata-kata kasar serta segala ujaran karena kedengkian dan rasa dendam di hati yang tidak memiliki kasih.

Kita sejatinya bangun jembatan belaskasih, cinta dan pengharapan yang tulus. Agar kita dapat tiba pada sesama dan segala jalan hidupnya. Dan kita menjadi tahu: seperti apa perjuangan hidup yang tengah dialaminya.

Daripada melihat dan ingat sesama dengan sinar mata ‘cemas, irihati, rasa tidak suka, dendam yang tidak ada tata di kata, tidak ada hibur di tutur, tidak ada hati tulus di diri dan dengan segala arus makan hati’, sampai-sampai hidup hanya mau ‘makan orang’.

Ubahlah semuanya dengan doa-doa kita yang hangat. Penuh ketulusan. Ubahlah diri kita sendiri lebih dulu, ubahlah dan tata baik kata-kata kita, ubahlah kata hati kita, pikiran kita, cara pandang kita, dan cara kita beraksi dan berprilaku. Dan kita mesti berjuang untuk semuanya itu. Itulah yang dikehendaki Tuhan.

Tuhan, bila aku sering jatuh dalam prilaku dan tutur kata yang angkuh dan tidak jujur, ingatkan aku bahwa aku hanya debu tak berarti di alas kakiMu dan hanya bisa hidup berkat rahmatMu. Berkatilah langkah kakiku hari ini dalam berbagi sukacita dan kegembiraan. Semoga aku menjadi berkat bagi sesama, bukan menjadi pribadi pemecah belah dalam hidup bersama

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.

MEMANDANG SESAMA DENGAN BOLAMATA KASIH

Renungan Katolik, Rabu , 21 September 2022

Pesta Santo Matius, Rasul dan Penulis Injil

Efesus 4:1-7.11-13

Mazmur 19:2-3.4-5

Injil Matius 13:9-13

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskuapn Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Rabu 21 September 2022, pada pesta St. Matius, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

“Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai…: (Matius 9:9). Tidak ada tatapan sinis. Tak ada pula kata-kata celaan walau dalam cara dan nada halus sekalipun. Tidak ada niat buruk untuk tetap memandang dalam tatapan yang jelek mematikan.

Itulah tatapan Tuhan terhadap Matius di rumah cukai. Pada Tuhan selalu ada kekuatan dahsyat dan membebaskan. Tuhan tidak cuma ingin ‘membebaskan’ Matius dari ‘penjara rumah cukai’. Tetapi, Tuhan ingin mengangkat dan melibatkan Matius dalam Kisah dan karya Keselamatan.

Matius dan kisah hidupnya adalah ‘ketidakmungkinan menurut kaca mata manusiawi’. Tetapi area dan situasi hidup Matius dikalahkan keagungan Kasih Tuhan’ sendiri. Adakah kabut hidup manusia yang kusam, yang tidak sanggup dikalahkan rencana Kasih Tuhan yang dahsyat?

Kekuatan untuk berubah dalam diri sesama sejatinya berawal dari diri kita. Saat kita tetap memiliki mata hati yang indah terhadap sesama. Di situ, cara pandang kita dan terutama cara kita menilai sesama pun sejatinya tetap dimeterai dalam sebuah harapan.

“Memandang sesama dengan bolamata kasih” dengan sangat tepat diajarkan Santo Thomas Aquino. Sinar mata kasih seperti itu juga yang terpancar dari hati Sang Bapa ketika ia selalu merindukan  anaknya pulang.

Kita, tidak kurang sering menuntut orang lain, sesama, tetangga, sahabat, rekan kerja, teman, anggota keluarga kita sendiri, para lawan atau orang yang tidak kita sukai untuk berubah. Namun kita tidak pernah berani memulai dari diri kita sendiri, untuk membuang jauh-jauh cara penghakiman, cara kita menilai dalam versi apapun. Dan anehnya, kita menganggap apa yang kita pikirkan, kita katakan, kita nilai, kita paksakan itu sebagai sebuah kebenaran, dan orang lain harus taat. Pribadi seperti itu hanya ada dalam diri orang yang berakhlak rendah, daya nalarnya lagi eror, macet, kalau tidak mau dikatakan buntu dan dekat-dekat ke ‘dungu’.

Kembali berjalan bersama penuh sukacita  adalah satu persekutuan yang mau atau tidak, butuhkan  keberanian untuk menjadikan diri sebagai manusia beriman, manusia ilahi yang selalu melihat sesama sebagai saudara, kembaran diri, kerabat, menyapa sesama dengan wajah kasih Allah, yang selalu mempersatukan. Sebab kita tak pernah berjalan  bersama dalam kasih persaudaraan jika sesama tetap kita paku mati dalam “area dan situasi rumah lama, rumah cukai, rumah penghakiman, rumah ketamakan”.

Allah Bapa sumber pengharapanku, Engkau memelihara iman dan sakramen dalam Gereja kudus. Aku sadar sungguh akan tugas perutusan sebagai anggota Gereja, satu roh dan satu tubuh dalam Yesus Kristus. Aku mohon, tambahkanlah imanku. Semoga aku dapat bersikap lemah-lembut, jujur, selalu tampilkan wajah kasih Allah yang menyapa, wajah Allah yang berbelas kasih, ada tata di kata, ada hibur di tutur, ada hati tulus di diri yang penuh dengan kesabaran sebagai bentuk pewartaan yang memuliakan namaMu. Aku bersyukur dan berterima kasih atas iman dan panggilan untuk menjadi saksiMu. Bersama dengan rahmatMu, semoga aku tetap berusaha untuk menjadi yang pertama dalam melayani dan menghargai sesamaku, siapapun dia

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini pada pesta Santo Matius, untukmu semua, yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.

JANGAN PERNAH MENAHAN KEBAIKAN

Renungan Katolik, Senin,, 19 September 2022

Amsal 3:27-34

Mzr 15:2-3ab.3cd-4ab.5

Injil Lukas 8:16-18

Romo John Samur, Pr

Pastor Paroki Sita Manggarai Timur Keuskupan Ruteng

Selamat bertemu lagi di hari baru Senin 19 September 2022, pekan biasa XXV, yang penuh berkat buatmu semua; ibu, bapa, saudari, saudara, para sahabat, kenalanku, para orang muda, anak-anak dan seluruh keluargaku di manapun berada, yang sungguh saya kasihi dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

“Jangan menahan kebaikan terhadap orang yang berhak menerimanya…” (Amsal 3:27). Kita bukannya orang yang sungguh ‘kosong tidak berpunya’. Tuhan menganugerahkan sesuatu bagi setiap kita. Itulah modal dan berkat ziarah di kesementaraan hidup ini.

Berkat itu pasti akan berkembang jika kita mengusahakannya. Saat kita sungguh-sungguh tekun dalam perjuangan.  Terpujilah kita yang sungguh setia dalam menampakkan berkat dan anugerah yang Tuhan berikan itu. Tak disia-siakan.

Tetapi, sadarkah kita bahwa berkat dan segala apa yang kita miliki itu semakin berkembang saat kita mempertaruhkannya bagi sesama? Bakat, kemampuan serta sesuatu yang kita miliki mesti menggapai atau menjangkau sesama. Apalagi demi sesama yang sangat membutuhkannya

Sebab itu, hati yang penuh belaskasih mesti menjadi milik kita. Cuma dengan cara itu kita bisa mencapai sesama. Hati bermurah itu diibaratkan sebagai pelita bernyala, ditempatkan di atas kaki dian, agar cahaya makin bersinar untuk begitu banyak kebaikan.

Seruan Amsal sungguh mengingatkan kita untuk berhati baik, berbuat baik. Demi menjadi berkat bagi orang lain. Kita sejatinya condongkan  suara hati kita pada gema agung Amsal: Jangan merencanakan kejahatan, jangan bertengkar; jangan iri hati; jangan mencontohi sedikitpun cara hidup dari orang lalim (Amsal 3:28-31). Sebab semua hanya mendatangkan malapetaka, bencana dalam kehidupan dan relasi dengan sesama.

Maka, jika modal, pekerjaan, tugas dan tanggungjawab kita terarah pada kepentingan bersama, maka ‘jiwa sosial dan hati nurani’ mesti tetap menjadi kekuatan sprit yang dahsyat. Sebab itulah “jangan pernah menahan kebaikan”. Sebab kebaikan itulah yang menjadi ‘hak sesama’. Agar dapat menjalankan hidup dengan sepantasnya.

Tuhan, jadikanlah aku pribadi bermartabat dan berkualitas secara intelektual, secara spiritual, secara moral, secara emosional. Dengan itu aku selalu menampilkan wajahMu yang selalu menyapa, aku selalu menjadi terang, cahaya bagi orang yang ada di sekitarku. Semoga aku tidak menjadi pribadi yang sering tunjukan wajah permusuhan, wajah yang setiap saat mau “memangsai” orang lain, wajah yang merendahkan dan tidak menghargai orang lain, wajah yang hostil, yang menganggap diri paling benar, wajah yang tidak pernah mau belajar dari orang lain, wajah yang tidak pernah mau terima masukan orang lain.

Salamku dalam kasih Yesus dari pastoran Sita. Berkat Tuhan yang amat melimpah tercurah dalam Ekaristi Kudus tadi pagi lewat tangan imamNya ini untukmu semua; yang sungguh dikasihi dan mengasihi Tuhan.

Tuhan memberkati.